Jakarta (23/11). Isu disrupsi yang semakin berkembang akhir ini menjadi permasalahan dan ancaman yang dihadapi semua bangsa. Menurut Guru Besar Universitas Diponegoro, Irianto Widisuseno, pendidikan berkarakter Pancasila dapat menjadi solusi alternatif era disrupsi yang semakin merubah tantanan masyarakat Indonesia secara luas.
Hal itu disampaikan dalam Sekolah Virtual Kebangsaan kerja sama DPP LDII dan MPR RI pada Sabtu (23/11), secara hybrid dengan studio utama di Kantor DPP LDII, Jakarta.
“Fenomena era disrupsi sekarang ini mendominasi teknologi dalam kehidupan modern. Sehingga terjadi perubahan besar akibat hasil inovasi sains dan teknologi yang mengubah sistem dan tatanan kehidupan masyarakat secara luas. Terjadi perubahan berbagai sektor kehidupan seperti bisnis, industri, pendidikan dan pemerintah,” ungkapnya.
Ia menjelaskan peran manusia mulai digantikan oleh mesin dan robot, serta terjadi fenomena pergantian pola kehidupan masyarakat, dari konvensional berubah menjadi sosioteknokratis, yang diwarnai dengan teknologi dan inovasi sains. Ini menjadikan manusia termanipulasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Ketergantungan terhadap dengan teknologi mengakibatkan zaman semakin kompetitif, artinya kita semakin diperluas oleh dunia dan dipersempit oleh persaingan dunia. Hal ini yang mendasari sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang harus lebih unggul untuk bisa menghadapi persaingan yang semakin kompetitif,” jelasnya.
Irianto mengungkapkan disrupsi yang mendasari Kementerian Riset, Teknolgi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mulai mengarahkan pendidikan di masa depan harus berbasis digital. Selain itu, Ia menambahkan untuk menghasilkan SDM unggul harus menguasasi literasi baru melalui pendidikan dengan pemerataan akses internet dari perkotaan ke pinggiran.
“Pendidikan alternatif di era disrupsi adalah pendidikan berkarakter Pancasila. Pancasila harus diposisikan sebagai sumber nilai dasar dari pendidikan karakter, karena Pancasila harus mengakomodir perkembangan teknologi. Pendidikan karakter Pancasila sifatnya harus lebih moderat dari kemajuan teknologi untuk menghasilkan SDM berkarakter Pancasila,” tegasnya.
SDM berkarakter Pancasila harus memiliki tiga hal yaitu pertama karakter inovatif, SDM yang mempunyai kemampuan menghasilkan temuan-temuan baru yang dapat membuka lapangan kerja baru. Kedua, kreatif mengubah dari pola dan bentuk yang lama menjadi pola dan bentuk yang baru dengan tujuan menghasilkan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Ketiga, kolaboratif dalam melakukan kerja sama yang mengahasilkan solusi terbaik, terakhir, adalah integritas.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Undip tersebut mengapresiasi LDII yang telah mengambil peran lebih modern melalui sekolah virtual kebangsaan. Pertama, LDII semakin menyadari pentingnya peran digital sebagai sarana informasi dan komunikasi sekaligus sarana pendidikan yang tidak mungkin dihindari. Kedua, LDII memahami tantangan era teknologi adalah nasionalisme, sehingga sekolah virtual kebangsaan dapat menjadi hal penting untuk menghadapi era disrupsi.