Jakarta (10/12). Era digital yang serba instan membuat anak-anak semakin rentan terpapar berbagai pengaruh negatif. Bahkan, dengan mengkonsumsi konten yang tidak sesuai usia dapat mengubah perilaku dan berdampak negatif terhadap perkembangan psikologis anak, salah satunya depresi.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPW Jawa Barat, Dicky Harun dalam tayangan Podcast LINES Talks LDII TV beberapa waktu lalu. Menurutnya, maraknya konten kekerasan, pornografi dan konten yang menyajikan gaya hidup konsumtif atau materialistis, dapat memicu perilaku perundungan dan perilaku impulsif serta tidak realistis. Sebab, anak cenderung mencontoh apa yang dilihat.
“Seperti perundungan terhadap teman. Hal itu bisa dilakukan karena mereka melihat konten-konten yang tidak bermanfaat. Anak merasa ingin diakui kekuatannya dan ingin diakui berpengaruh di lingkungannya,” ujar Dicky yang juga seorang dokter itu.
Melihat kondisi tersebut, Dicky menyebut, LDII sebagai lembaga dakwah hadir memberikan solusi yang komprehensif, yaitu melalui 29 karakter luhur. Ia meyakini, ketika anak-anak dibentengi dengan 29 karakter luhur mereka akan mengerti hal yang positif dan negatif. “Saya optimistk, dengan menanamkan 29 karakter luhur akan melindungi anak-anak dari pengaruh buruk,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, salah satu dari delapan program LDII untuk bangsa adalah bidang dakwah yang selaras dengan sila pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan pendidikan agama yang ditanamkan sejak usia dini, dapat membentengi anak-anak dari pengaruh buruk kemajuan teknologi.
“Pendalaman agama sudah diajarkan sejak dini di lingkungan LDII, seperti terlaksananya kegiatan rutin pengajian mulai usia dini hingga usia lanjut. Semua usia memiliki kegiatan rutin pengajian, ini adalah wujud nyata peran LDII,” ungkap Dicky.
Ia membandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura atau Jepang, yang memiliki keragaman keyakinan yang tinggi, termasuk sejumlah penduduk yang tidak menganut agama. Negara-negara tersebut memiliki masyarakat yang sekuler yang dapat membuat tekanan yang besar bagi diri masing-masing warganya.
“Kalau di luar negeri usia 17 tahun sudah dikatakan dewasa, sudah tidak ada lagi pendampingan orang tua. Sedangkan di Indonesia tidak begitu, masih ada peran orang tua, secara emosional orang tua masih bisa membimbing. Peran agama yang telah diajarkan juga luar biasa sehingga tekanan hidup, tingkat depresi saya rasa di Indonesia lebih kuat dari negara lain,” ungkapnya.
Dicky yang juga berprofesi sebagai dokter gigi tersebut menjelaskan banyak akibat yang ditimbulkan dari depresi seperti kurang tidur dan tidak mau makan. Hal ini yang mengakibatkan menurunya daya tahan tubuh, sehingga tubuh mudah terjangkit penyakit. Ia juga menyinggung tentang regulasi emosi.
“Mulai sejak dini, orang tua harus mengajarkan anak-anak untuk mengendalikan atau mengatur emosi dengan baik. Harus mulai diajarkan juga bagaimana menyelesaikan masalah, dan juga pemahaman tentang takdir. Ini adalah peran penting orang tua,” tutupnya. (Nabil)